Jumat, 12 November 2010

Teknologi Informasi (TI)

Teknologi Informasi (TI) yang kini berkembang amat pesat, tak bisa dipungkiri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh proses globalisasi ini. Mulai dari wahana TI yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, hingga internet dan telepon gengam dengan protokol aplikasi tanpa kabel (WAP), informasi mengalir dengan sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran banyak orang.

Perubahan informasi kini tidak lagi ada dalam skala minggu atau hari atau bahkan jam, melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik. Perubahan harga saham sebuah perusahaan farmasi di Bursa Efek Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang dari sepersepuluh detik untuk diketahui di Surabaya. Indeks nilai tukar dollar yang ditentukan di Wall Street, AS, dalam waktu kurang dari satu menit sudah dikonfirmasi oleh Bank Indonesia di Medan Merdeka. Demikian juga peragaan busana di Paris, yang pada waktu hampir bersamaan bisa disaksikan dari Gorontalo, Sulawesi.

TI telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba cepat dan mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Peran Internet tidak bisa dipungkiri dalam hal penyediaan informasi global ini sehingga dalam derajat tertentu, TI disamaratakan dengan Internet. Internet sendiri memang fenomenal kemunculannya sebagai salah satu tiang pancang penanda kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Internet menghilangkan semua batas-batas fisik yang memisahkan manusia dan menyatukannya dalam dunia baru, yaitu dunia “maya”. Setara dengan perkembangan perangkat keras komputer, khususnya mikro-prosesor, dan infrastruktur komunikasi, TI di internet berkembang dengan kecepatan yang sukar dibayangkan. Konsep perdagangan elektronik melalui internet, yang dikenal dengan nama e-Commerce yang lahir karena perkawinan TI dengan globalisasi ekonomi belum lagi genap berusia lima tahun dikenal –dari fakta bahwa sebenarnya sudah ada sekitar 20 tahun yang lalu—ketika sudah harus merelakan dirinya digilas dengan konsepsi e-Business yang lebih canggih. Jika e-Commerce “hanya” memungkinkan seseorang bertransaksi jual beli melalui internet dan melakukan pembayaran dengan kartu kreditnya secara on-line, atau memungkinkan seorang ibu rumah tangga memprogram lemari-esnya untuk melakukan pemesanan saribuah secara otomatis jika stok yang disimpan di kulkas itu habis dan membayar berbagai tagihan rumah tangganya melalui instruksi pada bank yang dikirim dengan menekan beberapa tombol pada telepon genggamnya, maka dengan e-Business, transaksi ekspor impor antar negara lengkap dengan pembukaan LC dan model cicilan pembayarannya juga bisa dilakukan dengan wahana dan media yang sama.

Karena itu, wajar jika pemerintah negara-negara Asia, negara yang dianggap kurang maju, kini mulai secara resmi mendukung perkembangan TI setelah sekian lama diam-kebingungan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan perkembangan teknologi yang demikian cepat ini. Bagi Asia, yang saat ini sedang bekerja keras mengejar ketinggalan dari negara-negara maju dan pada saat yang sama mengalami perubahan sosial politik, keberadaan internet khususnya merupakan masalah yang pelik. Lebih buruk lagi, krisis ekonomi yang dialami Asia pada akhir tahun 90an menunda perkembangan TI di saat AS dan negara-negara Eropa sedang berkembang pesat dalam penggunaan teknologi itu.

Pertemuan Asian Regional Conference of the Global Information Infrastructure Commission (GIIC) di Manila pada bulan Juli 2000 menghasilkan rencana untuk membangun jaringan komunikasi, menyediakan perangkat pengakses informasi dari internet untuk masyarakat, menyusun framework penggunaan TI, membangun jaringan online-pemerintah, serta mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan daya saing Asia. Namun memang masih ada hambatan, terutama antara lain sumber daya yang terbatas, masih kakunya sistem pemerintahan, serta perbedaan sosial politik di antara negara-negara yang kini harus bekerjasama –yang bila gagal diatasi, akan tetap menempatkan Asia di pihak yang merugi. Salah satu tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Asia yang disepakati dalam pertemuan GIIC itu adalah mempersiapkan hukum mengenai transaksi, kejahatan internet, merek dagang, hak cipta dan masalah lain.

Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Tabloid Kontan On-line tanggal 9 Oktober 2000 yang mengutip IDC (Information Data Corporation), dana yang sudah dibelanjakan untuk kepentingan TI di Indonesia cukup besar. Tahun 2000 ini diperkirakan US$ 772,9 juta, naik dari US$ 638,4 juta tahun lalu. Jumlah ini belum termasuk investasi dotcom yang sempat bergairah obor-blarak dalam dua tahun terakhir. Dari US$ 772,9 juta itu, sebagian besar (57,7%) dibelanjakan untuk perangkat keras seperti PC dan notebook. Sebagian yang lain (14,4%) dibelanjakan untuk perangkat lunak. Seharusnya, angka untuk perangkat lunak ini jauh lebih besar daripada untuk perangkat kerasnya. Hal ini diduga keras karena di Indonesia tingkat pembajakan masih di atas 90%. Sementara dari 17 sektor yang membelanjakan uang untuk TI tadi, sektor yang paling banyak mengeluarkan uang adalah komunikasi & media (19,3%), diikuti oleh discreet manufacturing (16,9%), pemerintah (12,4%), dan perbankan (11,8%).

Globalisasi

Globalisasi adalah satu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang selama lima tahun terakhir ini dengan pemahaman makna yang beragam. Namun, apa yang dipahami dengan istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran bagi manusia, bahwa semua penghuni planet ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan begitu saja satu sama lain walau ada rentang jarak yang secara fisik membentang. Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia di muka bumi ini terhubung satu sama lain dalam jaring-jaring kepentingan yang amat luas.Pembicaraan mengenai globalisasi adalah pembicaraan mengenai topik yang amat luas yang melingkupi aspek mendasar kehidupan manusia dari budaya, politik, ekonomi dan sosial. Globalisasi di bidang ekonomi barangkali kini menjadi kerangka acuan dan sekaligus contoh yang saat ini paling jelas menggambarkan bagaimana sebuah kebijakan global bisa berdampak pada banyak orang di tingkat lokal, sementara wacana globalisasi dalam hal yang lain mungkin tidak begitu mudah diamati secara jelas.

Contoh yang bisa diangkat mungkin adalah perdagangan internasional, kebijakan dana moneter internasional hingga ijin operasi perusahaan multi nasional yang menunjukkan bahwa mata-rantai-dampaknya pada akhirnya akan berakhir pada pelaku ekonomi lokal, baik positif maupun negatif. Desain globalisasi ekonomi sendiri misalnya, memang pada awalnya dinilai beritikad positif, yaitu menaikkan kinerja finansial negara-negara yang dianggap masih terbelakang secara ekonomi dengan melakukan kerjasama perdagangan dan kebijakan industri. Namun, dampak negatifnya ternyata tidak bisa dielakkan ketika penyesuaian kebijakan global itu tidak bisa dilakukan di tingkat lokal. Situasi menang-menang yang ingin dicapai berubah menjadi situasi kalah-menang yang tak terhindarkan bagi pelaku ekonomi lokal. Kasus fenomenal seperti yang tak kunjung usai, penjualan perkebunan kelapa sawit oleh pemerintah baru-baru ini, atau kasus lain yang nyaris tidak terliput secara luas seperti hilangnya jutaan plasma nuftah di hutan dan Papua Barat, menunjukkan hal itu dengan jelas. Tentu masih ada banyak yang lain.

Maka, tidak heran apabila kemudian sebagian merasa bahwa isu globalisasi berhembus ke arah negatif, yaitu bahwa globalisasi hanya menguntungkan mereka yang sudah lebih dahulu kuat secara ekonomi dan punya infrastruktur untuk melanggengkan dominasi ekonominya, sementara negara yang terbelakang hanya merasakan dampak positif globalisasi yang artifisial, namun sebenarnya tetap ditinggalkan. Sebagian yang lainnya tetap optimis dengan cita-cita hakiki globalisasi dan yakin bahwa tata manusia yang setara di muka bumi ini akan terwujud suatu saat nanti dengan upaya-upaya membangun kebersatuan sebagai sesama penghuni bola-dunia.

Nampaknya, apapun esensi perdebatannya, yang ada di depan mata adalah berjalannya proses globalisasi di hampir segala bidang tanpa bisa dihentikan.

Indonesia peringkat Lima Dunia penggunaan Internet

Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan dalam beberapa dekade terakhir perkembangan teknologi informasi semakin tumbuh di Tnah Air. Bahkan Indonesia kini menduduki predikat kelima pengguna internet terbesar di dunia.

Sekretaris Jenderal Kemeninfo, Joko Agun Hariadi, Senin (6/9) mengatakan kemajuan di bidang penggunaan internet di tanah air semakin tumbuh. "Ini berarti, masyarakat Indonesia semakin meminanti dunia internet untuk mangakses segala informasi yang ada," katanya.

Ia mengatakan, Indonesia mencatat prestasi sebagai negara pengguna kelima di dunia diatas dari negara China pada urutan pertama, India kedua, Jepang dan Korea. Pengguna internet mobile atau internet menggunakan ponsel di Indonesia diperkirakan telah mencapai 40 juta atau sekitar 10,5 persen dari pelanggan layanan seluler.

"Masyarakat moderen saat ini semakin meminati fasilitas internet untuk mengakses segala bentuk informasi. Makanya, pemerintah pun langsung membuat produk Undang-Undang tentang ITE untuk memberikan jaminan hukum bagi pengguna internet ini," jelasnya.

Ia memprediksi pada lima tahun yang akan datang, pengguna internet ini akan semakin tinggi, apalagi penggunaan internet pun bisa diakses melalui ponsel. Menurut laporan Internetworldstats (IWS), kata dia, pada tahun 2000 lalu pengguna internet di Indonesia diperkirakan sebesar 2 juta orang, sedangkan sampai akhir 2009, angkanya telah meningkat menjadi sekitar 30 juta pengguna.

Artinya, kata dia, dalam kurun waktu tersebut, pengguna internet di Indonesia tumbuh sebesar 1.150 persen. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sampai 30 September 2009 diperkirakan mencapai 240,2 juta, berarti penetrasi internet telah mencapai 12,5 persen dari populasi.

Dibandingkan dengan total pengguna internet di seluruh Asia, kata dia, maka Indonesia menguasai 4,1 persen pengguna internet di Asia. Saat ini, kata Joko, Indonesia sendiri ada di posisi ke 5 sebagai negara dengan pengguna internet terbanyak. Posisnya ada di belakang China yang berada di peringkat pertama (338 juta pengguna), Jepang (94 juta), India (81 juta), Korea Selatan (37,5 juta). (Ant/OL-04)

Status Pengkajian, Pemanfaatan dan Pengembangan di Indonesia

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir teknologi “hyperspectral remote sensing” telah berkembang pesat di negara-negara maju dan juga negara yang mempunyai iklim monsoon seperti Jepang, Korea, maupun Cina. Bagi Indonesia, teknologi ini masih relatif baru dan penerapannya masih sangat sedikit. Sebagai negeri yang berbasis pertanian atau masih bersandar pada sektor pertanian, teknologi ini sangat menjanjikan untuk membantu krisis informasi seputar pangan atau bisa juga dikatakan krusial untuk mendukung program ketahanan pangan nasional.

BPPT, yang salah satu tugas pokok dan fungsinya adalah melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi untuk mendukung pembangunan nasional telah memilih teknologi hiperspektral sebagai salah satu teknologi lanjutan (frontier) untuk diuji-kaji, dikembangkan, dan selanjutnya diaplikasikan di Indonesia. BPPT telah melakukan kerja sama dengan beberapa institusi riset di luar negeri dalam bidang teknologi hiperspektral. Pada tahun 2005-2006, BPPT telah bekerja sama dengan institusi di Belgia dalam melakukan uji-kaji dan aplikasi teknologi hiperspektral untuk pemantauan kondisi terumbu karang di Pulau Fordate, Nusa Tenggara Barat. Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini memperlihatkan bahwa teknologi hiperspektral dapat memantau kondisi terumbu karang secara lebih akurat, dibandingkan dengan menggunakan sistem multispektral.

Pada Desember 2007 BPPT juga telah melakukan penandatanganan MoU dengan Earth Remote Sensing Data Analysis Center (ERSDAC) Jepang dalam kegiatan kerja sama “Research Project of Hyperspectral Technology for Agricultural Application in Indonesia (HyperSRI Project)”. Kerja sama ini disepakati selama 3 tahun. Tujuan utama dari kerjasama ini adalah mengkaji, mengembangkan metode/algoritma untuk memantau pertumbuhan tanaman padi, serta membangun model prediksi produksi padi. Untuk pelaksanaan kegiatan HyperSRI ini, BPPT juga bekerja sama dengan institusi di dalam negeri, seperti LAPAN, Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Masyarakat Pengindraan Jauh Indonesia (MAPIN), serta Pemerintah Kabupaten Indramayu dan Subang yang dipilih sebagai lokasi kegiatan.

Hasil kegiatan HyperSRI ini sangat strategis karena akan digunakan sebagai salah satu rekomendasi kepada Pemerintah Jepang (dalam hal ini Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri) mengenai kelayakan rencana peluncuran satelit baru Jepang dengan sensor hiperspektral pada tahun 2011. Keuntungan untuk Indonesia jika Jepang meluncurkan satelit baru tersebut adalah fase operasional dari model prediksi produktivitas padi nasional yang dibangun pada kegiatan HyperSRI ini dapat menggunakan data satelit tersebut dalam kerangka kerja sama dan harganya relatif murah dibandingkan dengan satelit lain. Oleh karena itu, sistem pemantauan pertumbuhan padi beserta estimasi produksinya dapat dilakukan secara cepat dan near real time.

Teknologi Hyperspectral Remote Sensing

Teknologi Hiperspektral (hyperspectral remote sensing technology) merupakan suatu paradigma baru dalam dunia pengindraan jauh (remote sensing) dengan memanfaatkan jumlah kanal (channel) yang berlebih (hyper) sehingga pengguna akan mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan aplikasi sesuai dengan kebutuhan, khususnya dalam konteks pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Hal ini tidak dimiliki oleh sistem multispektral dengan keterbatasan jumlah kanal, yang selama ini digunakan. Secara definisi teknologi hiperspektral merupakan cara memperoleh gambaran kondisi di permukaan bumi secara simultan dengan jumlah band/kanal yang banyak (lebih dari 200) serta menggunakan panjang gelombang yang sempit (narrow band) dan saling berdekatan (Evri, M. et. al., 2004)

Ada banyak satelit yang memiliki sensor hiperspektral yang sudah dapat digunakan, misalnya data satelit Hyperion milik Amerika Serikat (terdiri atas 220 kanal dengan rentang panjang gelombang 400 nm - 2500 nm), data satelit CHRIS/Proba milik Eropa, serta jenis airborne seperti sensor (CASI, HYMAP) yang juga sudah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi. Gambar 1 memperlihatkan contoh aplikasi teknologi hiperspektral dengan menggunakan pesawat udara (airborne) yang sedang dikaji-terap oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) (Sadly, et.al., 2004), sedangkan grafik perbandingan karakteristik kanal antara jenis multispektral dan hiperspektral diperlihatkan pada Gambar 2. Dapat dilihat bahwa panjang gelombang dari sistem hiperspektral bersifat kontinu, sempit, dan berdekatan yang memungkinkan untuk mendeteksi objek-objek di permukaan bumi secara kontinu dan lebih detail/terperinci dibandingkan dengan sistem multispektral yang selama ini digunakan. Gambar 3 menunjukkan contoh studi perbandingan yang dilakukan oleh BPPT dan Universitas Gifu, Jepang antara jenis foto udara, sistem multispektral, dan sistem hiperspektral yang digunakan dalam mendeteksi/mengklasifikasi tutupan lahan (tanaman padi). Terlihat bahwa dengan teknologi hiperspektral klasifikasi tanaman padi dapat dilakukan lebih detail dan mampu membedakan jenis tanaman padi serta kondisinya lebih baik dan terperinci dibandingkan dengan menggunakan foto udara dan sistem multispektral yang selama ini digunakan.

Pemanfaatan data pengindraan jauh hiperspektral yang dapat diperoleh secara periodik dan berkesinambungan dapat menjaga kontinuitas penyediaan informasi yang lebih akurat tentang ketersediaan sumber daya pertanian dan karakteristiknya seperti sebaran dan luas lahan sawah, informasi kondisi tanaman padi dalam waktu yang singkat untuk lahan pertanian yang luas, potensi produksi, kerawanannya terhadap pengaruh iklim atau bencana kekeringan, dan pendugaan produksi yang akan dipanen.

Kesenjangan Digital

Kesenjangan digital atau digital divide, merupakan kesenjangan antara komunitas yang efektif mengakses informasi melalui teknologi digital dan yang tidak dapat mengakses informasi secara digital. Hal ini termasuk adanya ketidak seimbangan Sumber Daya Manusia yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses informasi yang berupa digital tersebut.

Hal ini dapat terjadi tergantung pada keadaan Negara itu sendiri, bisa dipengaruhi poleksosbudhankam yang ada di Negara itu. Keadaan ekonomi Negara jelas mempengaruhi adanya teknologi. Prioritas mana yang diperhatikan oleh pemerintah juga merupakan faktor yang mempengaruhi adanya kesenjangan digital di suatu Negara.

Sesuai dengan keadaan ekonomi yang sedang dialami bangsa ini, tentu saja kesenjangan digital merupakan hal yang dapat ditemui disini. Kurangnya penyebar luasan jaringan Internet misalnya, masih terjadi tidak hanya di kota kecil tetapi di kota besar pun masih ada beberapa bagian yang tidak dapat mengakses saluran Internet. Kota besar tidak mencakup keseluruhan bagaimana dengan kota kecil? Tentu sangat jelas masih belum semua terjangkau teknologi, terutama Internet. Dengan adanya hal tersebut tidak semua masyarakat Indonesia dapat mengakses informasi yang dibutuhkan melalui internet.

Solusinya, pemerintah harus sadar betul pentingnya teknologi bagi Negara ini. Tetapi selain adanya teknologi itu sendiri, pemerintah juga harus mensosialisasikan bagaimana cara menggunakan teknologi tersebut. Akan percuma teknologi yang canggih digunakan oleh orang yang tidak memiliki kemampuan untuk menggunakanya.

Menurut apa yang kami dapat, orang tidak perlu membayar mahal untuk mendapatkan akses Internet. Berdasarkan apa yang ditulis oleh Onno W. Purbo bahwa sebenarnya akses Internet amat sangat murah. Beliau mengungkapkan pada kecepatan 64Kbps dengan iuran Rp. 100- Rp. 500 per bulan per orang selama 24 jam sehari. Dengan adanya fakta seperti ini seharusnya pemerintah dapat membuka mata lebih lebar lagi dan menyediakan fasilitas Internet bagi masyarakatnya.

Infrastuktur Internet di Indonesia

Infrastruktur Internet di Indonesia semakin banyak seiring dengan majunya teknologi yang dialami oleh bangsa ini. Harga masing-masing provider bersaing demi mendapatkan keuntungan.

Untuk kualitas dapat dikatakan tidak semua provider Internet di Indonesia memiliki kualitas yang baik, apalagi jika dibandingkan dengan Negara-negara lain. Kelemahan-kelemahan yang ditemui antara lain koneksi yang lamban, teknisi yang tidak memadai jika terjadi kerusakan sehingga penanganan tidak dapat segera diatasi, customer service yang tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan.

Jika dihubungkan dengan harga, harga untuk infrastruktur Internet di Indonesia masih terbilang cukup mahal tidak sebanding dengan kualitas yang diberikan. Koneksi saat ini yang terdiri atas dial-up, cable, adsl masih relatif cukup mahal atau tidak dapat dikonsumsi oleh semua orang.

Jaringan yang diberikan pun tidak diberlakukan secara merata atau hanya terdapat pada bagian-bagian Indonesia tertentu. Daerah-daerah terpencil masih sangat jarang yang dapat mengakses jalur komunikasi dengan menggunakan Internet. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak adanya campur tangan pemerintah dalam menangani telekomunikasi dengan media Internet.

Teknologi komunikasi di Indonesia

Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia sampai dengan saat ini berkembang dengan pesat seiring dengan penemuan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam bidang Informasi dan Komunikasi sehingga mampu menciptakan alat-alat yang mendukung perkembangan Teknologi Informasi, mulai dari sistem komunikasi sampai dengan alat komunikasi yang searah maupun dua arah (interaktif). Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia selalu mengadaptasi berbagai teknologi informasi hingga akhirnya tiba di suatu masa di mana pengunaan internet mulai menjadi ”makanan” sehari-hari yang dikenal dengan teknologi berbasis internet (internet based technology). Jaman dahulu sebelum berkembangnya teknologi, orang-orang Indonesia harus menempuh jarak yang jauh untuk mengantarkan sebuah surat atau pesan kepada orang lain, tetapi lain dnegan jaman sekaranga dan perkembangan itu sendiri di Indonesia dimulai dengan Satelit Palapa (9Juli 1976) yang memudahkan arus komunikasi dan teknologi, yakni telepon, fax, dll. Setelah itu perkembangan dilanjutkan dengan berkembanganya jaringan sellular, yaitu GSM pertama di Indonesia, yakni sebuah teknologi komunikasi bergerak yang tergolong dalam generasi kedua (2G). Menurut mentri riset dan tekhnologi (hatta rajasa), melihat hasil penelitian human indeks dari 150 negara, indonesia hanya ada di posisi ke 110. Sedangkan dari achievement technology, Indonesia menduduki nomer 61 dari 64 negara. Maka dari itu, Indonesia harus terus menerus berinovasi dan menghasilkan buah karya atau produk dari IPTEK, sehingga penanaman IPTEK terhadap anak-anak sebagai generasi penerus harus diupayakan sedini mungkin, sehingga pada masa yang akan datang Indonesia pasti akan dapat menyaingi negara-negara lainnya dalam hal teknologi.

Kemajuan Indonesia di bidang Informatika

Berdasarkan bacaan dan ingatannya, ia mengatakan sebenarnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia tidak kalah dengan Belanda. Ia memberi contoh GSM (Global System for Mobile Communications) yang di Indonesia dikenal sebagai telepon genggam. Dari dulu sudah ada di Indonesia, padahal di Eropa baru populer 3-4 tahun lalu.

Ia melihat contoh lain. Di Jarum ada seorang mahasiswa yang sangat ahli di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Tapi dilihat dari profesionalisme untuk mengembangkan software (piranti lunak), ia masih terlalu jauh untuk mencapai mutu yang baik. Karena produksi kurang baik dan tidak sesuai.

Ia juga mengakui bahwa peraturan maupun pendukung kurang. Mengapa ? "Karena prioritas pemerintah bukan pada teknologi, baru pada masalah sosial, ekonomi, dan politik. Kalau pemerintah sudah memfokuskan prioritas ke teknologi, pasti akan berkembang lebih baik." Ia yakin apa yang dikerjakan oleh pakar Indonesia akan setara dengan pakar-pakar Barat.

Telepon Genggam jadi Andalan

Yang menjadi masalah di Asia fix-line telephone (jaringan telepon kabel) tidak banyak dibandingkan dengan Eropa dan Amerika Serikat. Itulah sebabnya GSM atau telepon genggam menjadi andalan di Asia. Internet tanpa kabel, sejalan dengan pertumbuhan GSM di Asia sangat cepat. Internet mobil (bergerak) memang mahal karena tak banyak saluran telepon biasa. Luas wilayah Asia sangat besar. Internet mobil akan menjadi andalan masa depan. Orang Asia, menurut Jutta pintar-pintar. Mereka ingin menerima barang baru dan di masa depan, dalam waktu cepat, hubungan ini berupa hubungan tanpa kabel.

Perkembangan teknologi Informasi Indonesia menghadapi masalah berat, terutama karena hempasan krisis moneter pada 1997 sampai hari ini belum pulih. "Apabila ekonomi Indonesia pulih," kata Jutta. Potensi Indonesia sangat besar. Indonesia akan menjadi besar sesudah Cina dan Jepang." Melihat jumlah penduduk di suatu negara, Jutta menyatakan, sangat potensial dilihat dari pasarnya. Misalnya Cina yang jumlah penduduknya lebih dari satu miliar jiwa. Bila Indonesia berkembang menjadi pasar besar, pembangunan di bidang komunikasi pun akan meningkat. Sayang, pertumbuhan dan pembangunan di Asia hanya terpusat di kawasan tertentu saja. Itulah sebabnya tidak semua orang mempunyai saluran telepon. E-Commerce

E-commerce, menurut Jutta tidak selalu bergantung kepada Internet, tetapi juga pada staf yang terampil. Kemampuan perusahan untuk melihat sesuatu yang lebih besar dan lebih jauh juga penting. "Jadi kita harus melihat secara prospektif. Kita harus mempunyai proses yang benar dengan usaha yang benar, proses di dalam dan juga dengan orang-orang yang tepat."

Perusahaan tempatnya bekerja, WorldCom, tidak banyak diketahui orang. UUnet adalah penyedia layanan Internet terbesar. WorldCom perusahaan terbesar kedua sesudah AT&T di Amerika Serikat, mempunyai karyawan 70.000 orang, tumbuh dalam waktu singkat. Perusahaan ini baru, jadi tidak dapat dibandingkan dengan Siemens, misalnya. "Dibandingkan dengan perusahaan telco lain, WorldCom besar," tutur Jutta.

Sebagai intelijen analisis pasar untuk Eropa, Timur Tengah, dan Afrika, pekerjaan sehari-hari Jutta melakukan riset, menganalisis pasar, pelanggan, dan jaringan lain. Karena perusahaan ini multinasional, tidaklah mengherankan kalau dalam kerja hariannya, sering ia harus menghadiri rapat di berbagai kota tempat WorldCom beroperasi. (DX Komunikasi ANK / HSB)

Perekonomian menurut Penerapan Teknologi

Pada era globalisasi saat ini kehidupan berjalan dengan cepat, segala hal dituntut untuk berpacu dan terus bergerak maju, dan itu menuntut penyediaan fasilitas pendukung yang akan membantu dalam memudahkan aktifitas manusia. Banyak hal tercipta mulai dari perangkat telekomunikasi yang serba canggih, sarana transportasi yang luar biasa, sampai kepada peralatan pemenuhan kebutuhan yang serba otomatis, itu semua tercipta karena adanya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup bangsa. Pembangunan iptek merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumberdaya manusia (SDM), yang pada akhirnya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Selain itu iptek menentukan tingkat efektivitas dan efisiensi proses transformasi sumberdaya menjadi sumberdaya baru yang lebih bernilai. Dengan demikian peningkatan kemampuan iptek sangat diperlukan untuk meningkatkan standar kehidupan bangsa dan negara, serta kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia di mata dunia.

Kita semua memahami bahwa kecenderungan globalisasi sudah tidak dapat dibendung lagi. Proses transformasi global yang dewasa ini sedang berlangsung pada dasarnya digerakkan oleh dua kekuatan besar, yakni perdagangan dan kemajuan teknologi. Keduanya kait-mengait dan saling menunjang. Perdagangan yang meningkat bukan hanya mendorong proses alih teknologi, tetapi juga penguatan teknologi. Sebaliknya peningkatan teknologi akan memperlancar dan mendorong arus barang, uang, jasa dan informasi. Interaksi antara keduanya itu telah mendorong terjadinya penyesuaian struktural perekonomian di banyak negara di dunia, baik di negara maju, maupun negara berkembang. Keseluruhan proses itu menghasilkan ekonomi dunia yang makin terintegrasi.

Proses perubahan yang sangat besar tersebut terjadi dengan cepat. Proses perubahan itu melahirkan tantangan- tantangan yang harus dijawab oleh bangsa Indonesia. Tantangan-tantangan itu ada yang berupa peluang yang harus dimanfaatkan, tetapi juga ada yang berupa kendala yang harus diatasi, agar proses perubahan itu menguntungkan dan tidak malah merugikan masa depan bangsa Indonesia. Kendala yang berupa Lemahnya daya saing bangsa dan kemampuan iptek ditunjukkan oleh sejumlah indikator, yaitu Rendahnya kemampuan iptek nasional, Rendahnya kontribusi iptek nasional di sektor produksi.

Sekelumit tentang Penguasaan Teknologi

1. Pengantar. Istilah teknologi berasal dari kata teknik (technique), yang semula (dalam era industri perangkat keras) mengandung arti cara kerja termasuk penggunaan peralatan dan mesin. Dengan peralatan dan mesin itu usaha produksi barang dan jasa menjadi jauh lebih efisien dalam mengembangkan industri.Industri diangkat menjadi tulang punggung ekonomi karena menyumbangkan kontribusi besar kepada pendapatan nasional, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam percaturan dunia, khususnya melalui perdagangan, hanya negera-negara yang memiliki teknologilah yang maju. Sebaliknya mereka yang tidak memiliki teknologi akan tertinggal. Kesenjangan dalam kemampuan teknologi ini meluas kepada kesenjangan sosial ekonomi bahkan kesenjangan budaya. Dalam era teknologi digital, kesenjangan teknologi ini disebut kesenjangan digital (digital divide). Artikel kecil ini mencoba "menawarkan" pemahaman (definisi) baru tentang teknologi, serta membuat catatan untuk menumbuhkan minat ke arah penguasaan teknologi.
2. Pemahaman baru tentang teknologi. Meninjau kembali pemahaman tentang teknologi itu, terbatas sejauh mengenai pengembangan produk, dihasilkan kesimpulan bahwa teknologi adalah ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang mendasari kemampuan membuat barang atau jasa. Rumusannya adalah kemampuan penalaran untuk membuat barang atau jasa. Jadi teknologi adalah kemampuan otak manusia dan barang adalah hasil teknologi. Dalam percaturan perdagangan, penyebaran teknologi dibatasi oleh "dinding-dinding" yang dibuat secara sistematik, berupa Hak Karya Intelektual (Intelectual Property Rights, IPR), Hak Paten, Lisensi, Royalty, berbagai pungutan lain seperti pajak, dan bahkan pelatihan (di luar negeri) yang semuanya mahal. Dinding-dinding itu mengakibatkan kesenjangan kemampuan teknologi.
3. Wahana pengembangan kemampuan teknologi. Kemampuan teknologi hanya dapat diraih melalui upaya belajar, melalui upaya penelitian dan pengembangan. Penguasaan teknologi mempunyai ciri azas tangkar (multiplier effect) karena setelah menguasai teknologi untuk membuat produk (atau jasa) tertentu, maka teknologi yang telah dikuasainya itu dapat menjadi dasar untuk membuat produk (atau jasa) lain. Dengan demikian, kemampuan penalaran membuat produk itu menjadi meluas, dan kemudian menghasilkan "teknologi turutan" (spin-off technologies). Akibatnya umur teknologi sesuatu produk menjadi terbatas, dengan diketemukannya teknologi baru itu, katakanlah untuk hardware selama 5 tahun, tetapi untuk produk software, termasuk komputer usianya bahkan lebih pendek lagi, katakanlah 1 sampai 3 tahun. Atas pertanyaan "Apakah kita dapat mengejar ketinggalan teknologi?", hanya dapat kita jawab dengan mengatakan bahwa kita tidak perlu melalui tiap tahap seperti dahulu mereka mengembangkan teknologi mereka. Kita dapat mencegat dengan mempelajari teknologi mutakhir. Tetapi masalah kemampuan teknologi bukan merupakan masalah "teknis" atau masalah otak saja, melainkan terkait pula dengan masalah budaya. Cukupkah minat kita untuk menekuni usaha mencapai kemajuan? Bisakah kita membuat keputusan-keputusan, kemudian tekun dan konsisten untuk berupaya dalam pelaksanaannya? Selama 50 tahun ini kebanyakan dari kita tidak terlatih untuk merintis pembaharuan, melainkan menunggu restu atau arahan. Dapatkah kita merubah sikap kita dalam waktu singkat, misalnya "membudayakan" litbang ?

10 Langkah meningkatkan penetrasi Teknologi di Indonesia

Sudah saatnya Indonesia mengambil langkah-langkah efektif dan nyata yang mampu meningkatkan penetrasi Internet di Indonesia. Berikut merupakan pemikiran saya apa yang bisa kita lakukan:

  1. Bentuk ISP Sosial, bukan ISP komersil. Seperti yayasan yang bertujuan membantu masyarakat dalam mengakses internet. Pemerintah bisa mendukung dengan mengawasi ISP tersebut agar jangan menjadi ISP komersil.
  2. Subsudi akses internet, melalui ISP sosial pemerintah dapat memberi subsidi agar akses internet dapat lebih murah. Akses internet bersubsidi dapat digunakan oleh sekolah, perpustakaan, internet publik, dan tempat-tempat yang sifatnya sosial bukan komersil. Untuk daerah-daerah terpencil bisa mendapat akses broadband dengan fasilitas VSAT atau satelit. Nanti didaerah tersebut akses broadband baru dibagi-bagi lagi ke masyarakat setempat. Alangkah indahnya dunia internet bila tiap desa memilki akses broadband dengan VSAT yang kemudian dibagi-bagi ke masyarakatnya. Hal seperti ini cuma bisa dilakukan oleh ISP Sosial bukan ISP komersil.
  3. Perbanyak konten lokal. Konten lokal akan membantu masyarakat memperoleh informasi yang diinginkan. Internet merupakan informasi serba ada. Akan tetapi konten lokal masih terbatas sehingga masyarakat yang tidak mengerti bahasa Inggris akan kesulitan dalam memperoleh informasi yang diinginkan. Salah satu langkah mudah adalah dukung dan kembangkan aktifitas blog. Karena blog merupakan penyedia konten lokal yang saat ini berkembang pesat.
  4. Lokalisasi website Indonesia. Dengan menglokalisasi penyedia konten-konten berbahasa Indonesia maka akan menghemat bandwith internasional. Ada ratusan atau bahkan lebih website berbahasa Indonesia yang di hosting di luar negeri termasuk blog ini. Kenapa? Karena biaya hosting lokal lebih mahal daripada hosting di luar negeri. Seharusnya pemerintah membantu penyedian data center lokal ekonomis yang diperuntukan untuk blogger, dan penyedia konten lokal. Hal ini tentu akan memacu perkembangan konten lokal lebih cepat. Apalagi bila pemerintah memberi subsidi untuk data center lokal ini tentu lebih menarik.
  5. Dukung perkembangan aplikasi internet lokal. Globalisasi google,yahoo, facebook, friendster, dan website lainnya sangat pesat. Penggunaan aplikasi internet luar sangat tinggi di Indonesia. DI China pemerintahannya selalu berusaha mengembangkan aplikasi lokal yang bisa meminimalisasi akses keluar. Kreatifitas dan pengembangan aplikasi lokal harus ditingkatkan agar akses ke aplikasi internet luar bisa diminimalisasi. Dulu ada group.or.id yang berusaha memindahkan milis yahoo ke lokal sehingga diskusi milis berbahasa Indonesia tidak perlu pulang balik ke Amerika. Namun kurangnya dukungan membuat aplikasi ini tidak terdengar lagi. Alangkah bagusnya bila ada search engine Indonesia yang setara dengan Google dan betul-betul memberikan hasil pencarian lokal yang semuanya berbahasa Indonesia.
  6. Perbanyak akses internet publik. Dengan memberikan akses internet publik yang gratis seperti di stasiun, rumah sakit, terminal, perpustakaan, sekolah, kampus, dan tempat umum lainnya akan membantu memperkenalkan internet ke masyarakat.
  7. Kembangkan website-website e-learning seperti IlmuKomputer.com. Konten pembelajaran online berbahasa Indonesia sangat berguna membantu masyarakat untuk belajar. Tidak terbatas ilmu komputer saja, ilmu lain juga seperti pertanian, peternakan, dan bidang-bidang lainnya akan membantu meningkatkan pengetahuan dan pendidikan masyarakat kita.
  8. Sosialisasi pentingnya teknologi dalam kehidupan masyarakat. Iklan-iklan sosial mengenai pentingnya internet dan teknologi masih sangat kurang dibandingkan iklan sosial mengenai kesehatan dan pendidikan. Sudah saatnya DepKomInfo melakukan sosialisasi media agar masyarakat menyadari penting teknologi. Karena percuma bila teknologi ada namun pengguna tidak ada.
  9. Hukum dan undang-undang yang jelas dan tepat penerapannya sehingga dapat melindungi praktisi dan bisnis di bidang IT. Hal ini dapat meningkatkan industri IT karena terlindungi oleh hukum sehingga praktisi dan penggiat IT di Indonesia tidak takut untuk melangkah maju. Investor juga merasa takut untuk berinvestasi di Indonesia bila mereka tidak merasa aman untuk berinvestasi.
  10. Penghargaan terhadap tenaga IT akan membantu peningkatan SDM IT di Indonesia. Banyak tenaga ahli IT Indonesia memilih bekerja di luar negeri karena tenaga mereka lebih di hargai di luar. Di Indonesia tenaga IT dan buruh kasar seakan-akan tidak ada perbedaan dari segi penghargaan kualitas. Memang sudah ada beberapa yang memberi penghargaan sepantasnya tapi jumlahnya masih sedikit. Masih banyak perusahaan berpendapat bahwa IT hanyalah bagian yang memboroskan dana perusahaan bukan pendukung yang dapat memajukan perusahaan. IT yang memperbaiki bukan mengembangkan masih merupakan pandangan yang banyak dianut oleh perusahaan-perusahaan Indonesia. Hal ini harus dihilangkan dan memberi penghargaan yang sepantasnya bagi SDM IT yang berkualitas sehingga mereka tidak lari keluar negeri.

Program Pengembangan sistem Informasi di Indonesia

Program pengembanan sistem informasi (program 16.6.01) dimaksudkan untuk mengembangkan sistem informasi yang diperlukan untuk meningkatkan masuknya informasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di dunia internasional, memperlancar pertukaran dan penyebaran informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan sistem perencanaan, pengelolaan, pemantauan kegiatan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bidang Keuangan dan Perbankan

Saat ini telah banyak para pelaku ekonomi, khususnya di kota-kota besar yang tidak lagi menggunakan uang tunai dalam transaksi pembayarannya, tetapi telah memanfaatkan layanan perbankan modern.

Layanan perbankan modern yang hanya ada di kota-kota besar ini dapat dimaklumi karena pertumbuhan ekonomi saat ini yang masih terpusat di kota-kota besar saja, yang menyebabkan perputaran uang juga terpusat di kota-kota besar. Sehingga sektor perbankan pun agak lamban dalam ekspansinya ke daerah-daerah. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh kondisi infrastruktur saat ini selain aspek geografis Indonesia yang unik dan luas.

Untuk menunjang keberhasilan operasional sebuah lembaga keuangan/perbankan seperti bank, sudah pasti diperlukan sistem informasi yang handal yang dapat diakses dengan mudah oleh nasabahnya, yang pada akhirnya akan bergantung pada teknologi informasi online, sebagai contoh, seorang nasabah dapat menarik uang dimanapun dia berada selama masih ada layanan ATM dari bank tersebut, atau seorang nasabah dapat mengecek saldo dan mentransfer uang tersebut ke rekening yang lain hanya dalam hitungan menit saja, semua transaksi dapat dilakukan.

Pengembangan teknologi dan infrastruktur telematika di Indonesia akan sangat membantu pengembangan industri di sektor keuangan ini, seperti perluasan cakupan usaha dengan membuka cabang-cabang di daerah, serta pertukaran informasi antara sesama perusahaan asuransi, broker, industri perbankan, serta lembaga pembiayaan lainnya.

Institusi perbankan dan keuangan telah dipengaruhi dengan kuat oleh pengembangan produk dalam teknologi informasi, bahkan mereka tidak dapat beroperasi lagi tanpa adanya teknologi informasi tersebut. Sektor ini memerlukan pengembangan produk dalam teknologi informasi untuk memberikan jasa-jasa mereka kepada pelanggan mereka.

Dalam Bidang Pemerintahan(e-government)

E-government mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh pemerintahan, seperti menggunakan intranet dan internet, yang mempunyai kemampuan menghubungkan keperluan penduduk, bisnis, dan kegiatan lainnya. Bisa merupakan suatu proses transaksi bisnis antara publik dengan pemerintah melalui sistem otomasi dan jaringan internet, lebih umum lagi dikenal sebagai world wide web. Pada intinya e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Governmet to Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (Government to Government).

Manfaat e-government yang dapat dirasakan antara lain:
Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.

Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari semua pihak.

Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolah: jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya, dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya.

Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui e-mail atau bahkan video conference. Bagi Indonesia yang luas areanya sangat besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama. Tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam saja.

Tuntutan masyarakat akan pemerintahan yang baik sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan oleh aparatur pemerintah. Salah satu solusi yang diperlukan adalah keterpaduan sistem penyelenggaraan pemerintah melalui jaringan sistem informasi on- line antar instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk mengakses seluruh data dan informasi terutama yang berhubungan dengan pelayanan publik. Dalam sektor pemerintah, perubahan lingkungan strategis dan kemajuan teknologi mendorong aparatur pemerintah untuk mengantisipasi paradigma baru dengan upaya peningkatan kinerja birokrasi serta perbaikan pelayanan menuju terwujudnya pemerintah yang baik (good govermance). Hal terpenting yang harus dicermati adalah sektor pemerintah merupakan pendorong serta fasilitator dalam keberhasilan berbagai kegiatan pembangunan, oleh karena itu keberhasilan pembangunan harus didukung oleh kecepatan arus data dan informasi antar instansi agar terjadi keterpaduan sistem antara pemerintah dengan pihak penggunan lainnya. Upaya percepatan penerapan e- Government, masih menemui kendala karena saat ini belum semua daerah menyelenggarakannya. Apalagi masih ada anggapan e-Government hanya membuat web site saja sosialisasinya tidak terlaksana dengan optimal. Namun berdasarkan Inpres, pembangunan sistem informasi pemerintahan terpadu ini akan terealisasi sampai tahun 2005 mendatang. Kendati demikian yang terpenting adalah menghapus opini salah yang menganggap penerapan e-Government ini sebagai sebuah proyek, padahal merupakan sebuah sistem yang akan memadukan subsistem yang tersebar di seluruh daerah dan departemen.

Evolusi Ekonomi Global

Sampai dua ratus tahun yang lalu ekonomi dunia bersifat agraris dimana salah satu ciri utamanya adalah tanah merupakan faktor produksi yang paling dominan. Sesudah terjadi revolusi industri, dengan ditemukannya mesin uap, ekonomi global ber-evolusi ke arah ekonomi industri dengan ciri utamanya adalah modal sebagai faktor produksi yang paling penting. Menjelang peralihan abad sekarang inl, cenderung manusia menduduki tempat sentral dalam proses produksi, karena tahap ekonomi yang sedang kita masuki ini berdasar pada pengetahuan (knowledge based) dan berfokus pada informasi (information focused). Dalam hal ini telekomunikasi dan informatika memegang peranan sebagai teknologi kunci (enabler technology).

Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi begitu pesat, sehingga memungkinkan diterapkannya cara-cara baru yang lebih efisien untuk produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa. Proses inilah yang membawa manusia ke dalam Masyarakat atau Ekonomi Informasi. Masyarakat baru ini juga sering disebut sebagai masyarakat pasca industri.

Apapun namanya, dalam era informasi, jarak fisik atau jarak geografis tidak lagi menjadi faktor dalam hubungan antar manusia atau antar lembaga usaha, sehingga jagad ini menjadi suatu dusun semesta atau “Global village”. Sehingga sering kita dengar istilah “jarak sudah mati” atau “distance is dead” makin lama makin nyata kebenarannya.

Sekilas perkembangan Internet di Indonesia

Teknologi informasi telah membuka mata dunia akan sebuah dunia baru, interaksi baru, market place baru, dan sebuah jaringan bisnis dunia yang tanpa batas. Disadari betul bahwa perkembangan teknologi yang disebut internet, telah mengubah pola interaksi masyarakat, yaitu; interaksi bisnis, ekonomi, sosial, dan budaya. Internet telah memberikan kontribusi yang demikian besar bagi masyarakat, perusahaan / industri maupun pemerintah. Hadirnya Internet telah menunjang efektifitas dan efisiensi operasional perusahaan, terutama peranannya sebagai sarana komunikasi, publikasi, serta sarana untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh sebuah badan usaha dan bentuk badan usaha atau lembaga lainya.

Konsep B to B (Busines to Business), B to C (Business to Customer), telah banyak diterapkan oleh sebagian besar perusahaan di dunia. Bahkan terakhir akan merambah ke sektor Government, dengan konsep G to G (Government to Government), G to C (Governement to Customer), serta G to B (Government to Business). Tingkat pertumbuhan pengguna internet juga menunjukan angka yang sangat fantastik, bahkan internet telah menjadi bagian kebutuhan dalam sebuah rumah tangga. Fenomena ini menunjukan bahwa 5 sampai 10 tahun yang akan datang teknologi informasi akan menguasai sebagian besar pola kehidupan masyarakat, badan usaha maupun pemerintah.

Secara keseluruhan memang masih dapat dikatakan bahwa internet relatif baru dikenal oleh masyarakat Indonesia dan frekuensi pemakainyapun belum terlalu banyak. Namun perkembangan internet di Indonesia telah menunjukan perkembangan yang signifikan.

Namun dibanding dengan negara-negara asia yang lebih maju, seperti Singapura, Taiwan dan hongkong, Indonesia masih ketinggalan jauh. Indikasi yang kuat adalah masih terbatasnya jumlah pelanggan internet yang baru berkisar 1.680.000 pelanggan sampai dengan tahun 2001 (APJII) atau tidak lebih 5 persen dari total jumlah rumah tangga di perkotaan. Dibandingkan dengan negara-negara Asia yang tersebut di atas, yang lebih matang pasar internetnya seperti Singapore yang telah memiliki pelanggan sebanyak 47,4 persen dari jumlah rumah tangga maka kondisi pasar internet di Indonesia masih ketinggalan jauh. Sedangkan sebagai pembanding yang lainnya adalah di Taiwan dan Hongkong yang masing-masing 40 persen dan 26,7 persen dari jumlah rumah tangga (Newsbyte, 2001). Contoh lainnya adalah di China yang berpenduduk lebih dari satu milyar telah memiliki tidak kurang dari 24 juta pemakai internet dengan tingkat penetrasi mencapai 7 persen terhadap penduduk di atas usia 5 tahun (Iamasia, 2001). Ditinjau dari gambaran statistik di atas maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa masyarakat pengguna internet di Indonesia masih baru taraf pengenalan atau masih merupakan pasar yang baru muncul (mulai).

Walaupun Indonesia masih dalam tahap awal perkembangan pasar internet, namun peningkatan jumlah pelanggan internet yang ada saat ini menunjukan bahwa peluang pasar internet di Indonesia cukup besar. Memang pada tahun 2001 terjadi kelesuan, namun itu bersifat sementara karena efek dari krisis global yang sedang di alami, disamping pengaruh tragedy penghancuran Gedung WTC sebagai simbul pusat perekonomian dunia. Efek dan pengarih global ini bisa dilihat dengan penurunan jumlah registran untuk domain id yang mencapai 17,9 % dari jumlah registran pada tahun 2000, yaitu dari angka 4264 registran turun menjadi 3501 registran. Namun penurunan permintaan domain id tersebut tidak serta merta berbanding lurus dengan pengingkatan jumlah pelanggan internet, karena justru pada tahun 2001 persentasi jumlah pelanggan internet menunjukan kenaikan angka yang sangat tinggi, yaitu 121%, dari 760000 pelanggan meningkat menjadi 1680000 pelanggan.

Perkembangan tersebut juga telah menumbuhkan peningkatan jumlah perusahaan penyedia jasa layanan internet / ISP (Internet Service Provider), yang pada akhir tahun 2001 ini telah mencapai 68 ISP. Hal ini menunjukan bahwa peluang pasar yang dilahirkan dari internet cukup besar. Pada tahun 2001 memang secara global terjadi penurunan khususnya di bisnis cyberspace ini, namun hal itu merupakan seleksi alam dimana ternyata justru peningkatan layanan customer semakin meningkat, dan menunjukan juga bahwa pemain bisnis yang tetap survive adalah para pemain yang serius akan model bisnis yang dikembangkannya (berita detik).

Namun disamping kondisi yang postitif di atas, pada pertengahan kwartal pertama tahun 2002, terjadi fenomena menarik, karena sebuah jaringn ISP terluas yaitu WasantaraNet telah menutup sebagian kantor cabangnya. Kemudian berikutnya, disusul ISP yang memiliki jaringan luas juga, yaitu MegaNet mengumumkan bahwa perusahaannya telah menutup semua kantor operasionalnya. Kondisi ini jelas kurang menguntungkan bagi perkembangan akses informasi oleh masyarakat.

Ada beberapa hal yang menyebabkan tidak beroperasinya kembali sebagian kantor cabang ISP tersebut, dianataranya, karena alasan cost perasionalnya yang terlalu tinggi, yang tidak bisa dipenuhi oleh pendapatanya. Namun pada perkembangan terakhir disebutkan bahwa alasan utamanya adalah karena persaingan tidak sehat yang dilakukan oleh TELKOM, dengan TelkomNet Instantnya.

Dari semua kondisi di atas, yang utama bagi user internet Indonesia adalah akses yang murah dan cepat, sehingga mereka bisa menikmati perkembangan teknologi informasi, terutama user internet di tingkat masyarakat daerah. Semua itu akan terwujud jika pengambil kebijkan di bidang ini bisa memiliki pandangan yang seimbang, baik dari segi user internet (masyarakta), maupun dari segi perusahaan penyedia jasa layanan internet dan teknologi informasi.